Kehamilan benar-benar mengubah tubuh perempuan pada seluruh bagian, bukan hanya pada organ yang terkait kehamilan dan persalinan. Sebagian perubahan tubuh itu bersifat sementara, tetapi ada pula yang permanen.
Kehamilan adalah proses yang ajaib. Bukan hanya soal hadirnya janin yang secara bertahap akan tumbuh dan membesar, tetapi kehamilan juga mengubah tubuh ibu. Perubahan itu bisa dilihat dan dirasakan sejak terjadinya kehamilan hingga selesainya persalinan.
Menjadi ibu benar-benar mengubah tubuh perempuan, baik secara biologis, fisik, maupun mental. Secara fisik, perubahan yang umum diamati adalah membesarnya ukuran badan. Namun, sejatinya banyak perubahan fisik yang dialami ibu selama hamil dan bersalin.
Sebagian perubahan bersifat sementara alias akan hilang dan kembali seperti semula saat kehamilan selesai. Namun, ada pula perubahan fisik yang berlangsung permanen atau tidak balik ke kondisi tubuh sebelum kehamilan terjadi
Setelah melahirkan, sekitar separuh ibu yang mengalami diabetes gestasional akan mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari.
Berikut ini perubahan fisik yang dialami ibu hamil dan bersalin yang disadur dari Livescience, 22 Februari 2022. Pada bagian pertama ini akan diungkap 10 perubahan dari 18 perubahan yang terjadi pada perempuan hamil, khususnya terkait organ kehamilan dan tubuh secara umum.
1. Berat badan bertambah
Kehamilan pasti akan menambah berat badan ibu. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Amerika Serikat atau American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menyebut seorang perempuan dengan berat badan normal yang hamil harus mengalami kenaikan berat badan antara 11 kilogram (kg) sampai 16 kg.
Setelah melahirkan, seorang perempuan rata-rata akan mengalami kenaikan berat badan 1-2 kg dibanding sebelum hamil. Namun, setelah satu tahun persalinan, kata Kathleen Rasmussen, profesor nutrisi ibu dan anak di Universitas Cornell, Amerika Serikat (AS), sebanyak 1 dari 4 ibu hamil melaporkan kenaikan berat badan 5 kg atau lebih.
Kenaikan berat badan 5 kg itu termasuk tidak terlalu besar. Namun, jika ibu harus menjalani kehamilan dan persalinan hingga 4 kali atau 5 kali, dampaknya pada tubuh ibu akan sangat terasa. Untungnya, kenaikan berat badan sesudah bersalin itu bersifat tidak permanen atau bisa kembali ke berat badan seperti sebelum hamil.
2. Ukuran sepatu
Besarnya pertambahan berat badan selama kehamilan dan perubahan hormon juga akan menambah ukuran atau nomor sepatu perempuan.
”Berat ekstra yang didapat ibu selama hampir 10 bulan kehamilan, bahkan bisa lebih lama, akan meratakan telapak kakinya. Akibatnya, ukuran sepatu sebagian ibu hamil bertambah sekitar setengahnya selama kehamilan,” kata Direktur Kebidanan untuk Penyakit Jantung dan Kehamilan di Pusat Kedokteran Wexner, Universitas Negeri Ohio, AS, Michael Cackovic.
Selain itu, dalam tubuh ibu hamil juga akan muncul hormon relaksin yang membantu mengendurkan ligamen (penghubung antartulang) dan tulang di panggul. Kondisi itu akan memperbesar otot panggul serta membuat tubuh menjadi lebih elastis saat melahirkan.
Namun, seperti ditulis R Alvarez dan rekan di The Journal of Bone and Joint Surgery, 20 Februari 2008, relaksin juga memengaruhi ligamen di seluruh tubuh, termasuk yang ada di telapak kaki. ”Akibatnya, telapak kaki perempuan menjadi lebih longgar dan melebar,” kata Leena Nathan, asisten profesor klinis kandungan dan kebidanan di Universitas California, Los Angeles, AS.
3. Vagina melebar
Lingkar kepala bayi saat lahir berkisar 31-37 cm. Besarnya ukuran kepala bayi itu membuat ukuran vagina perempuan pun melebar setelah melahirkan. Setelah itu, pada sebagian perempuan, vagina mereka akan berkontraksi dan kembali ke ukuran asal sebelum melahirkan. Namun, pada sebagian perempuan yang lain, pelebaran ukuran vagina itu menetap alias tidak bisa kembali ke ukuran sebelumnya.
”Ada banyak faktor yang memicu perubahan ukuran vagina, mulai dari jenis persalinan, ukuran bayi, obesitas, hingga faktor genetik,” kata dokter spesialis kebidanan dan kandungan Alyssa Dweck.
4. Buang air kecil
Pada sebagian ibu, proses persalinan juga akan meningkatkan risiko inkontinensia atau kehilangan kontrol terhadap kandung kemih. Akibatnya, ibu hamil akan sulit menahan kncing hingga keluar urine saat bersin, tertawa, atau batuk.
Persalinan per vaginam atau yang masyarakat awam menyebutnya sebagai persalinan normal dengan mendorong keluarnya bayi yang memiliki bobot rata-rata 3,6 kg bisa melemahkan otot-otot yang digunakan untuk mengontrol kandung kemih. Persalinan model ini juga bisa merusak saraf kandung kemih dan jaringan pendukungnya hingga menyebabkan turunnya dasar panggul.
Untuk mengurangi risiko inkontinensia, ibu bisa mempraktikkan senam Kegel untuk memperkuat otot-otot dasar panggul.
5. Pembesaran rahim
Dalam kondisi tidak hamil, seperti dikutip dari American Pregnancy Association, rahim hanya seukuran buah jeruk besar. Namun, ketika terjadi kehamilan, rahim akan melebar hingga seukuran buang semangka. Setelah persalinan, rahim akan mengalami involusi alias kempes dan menyusut kembali. Involusi itu butuh waktu sekitar enam minggu meski penyusutan itu belum tentu berlangsung 100 persen atau kembali ke ukuran sebelum hamil.
Studi E Merz dan rekan di jurnal Ultrasound in Obstetric & Gynecology, 1 Januari 1996, menemukan, perempuan yang baru hamil saat usianya sudah memasuki premenopause memiliki ukuran rahim yang sedikit lebih besar dibanding perempuan yang tidak pernah melahirkan. Kondisi itu tetap terjadi meski masa nifas telah berlalu. Proses involusi pada mereka berjalan lebih lambat. Namun, saat menopause, rahim akan menyusut lagi ke ukuran yang lebih kecil.
6. Pemisahan otot perut
Salah satu perubahan tubuh perempuan saat hamil yang mengejutkan dan bersifat permanen adalah terjadinya diastasis recti abdominis alias pemisahan otot-otot perut bagian depan, baik di sisi kanan maupun kiri. Kondisi ini, seperti ditulis di Current Women's Health Review, disebabkan oleh terjadinya tekanan rahim yang makin lama main membesar hingga membuat otot di kanan dan kiri perut melebar.
Semua perempuan akan mengalami pemisahan otot perut tersebut pada tahap akhir kehamilan. Pemisahan itu seolah memberi ruang bagi perut yang terus membesar. Hingga setahun setelah persalinan, pemisahan otot perut itu tetap ada pada sepertiga hingga lebih dari dua pertiga perempuan.
7. Varises dan wasir
Kehamilan juga bisa memicu terjadinya varises, yaitu pembengkakan pembuluh darah vena yang ada di kaki, vulva (organ intim perempuan di luar vagina), dan vagina. Pembengkakan itu membuat vena tampak kebiruan dan menimbulkan rasa sakit atau nyeri. Ketika pembengkakan vena itu terjadi di rektum atau mulut anus, terjadilah wasir.
Baik varises maupun wasir yang terjadi selama kehamilan dipicu oleh peningkatan berat dan tekanan rahim sehingga mengurangi aliran darah dari tubuh bagian bawah. Sebaliknya, menurut Cackovic, peningkatan aliran darah dan melemahnya dinding pembuluh darah juga bisa menyebabkan terjadinya varises dan wasir.
Biasanya varises dan wasir akan hilang dalam waktu 6-12 bulan setelah persalinan. Untuk mencegah varises bertambah parah, ibu hamil disarankan berolahraga teratur, menghindari duduk dengan kaki menyilang dalam waktu lama, serta menggunakan stoking khusus.
Untuk mencegah wasir, ibu hamil disarankan untuk makan makanan tinggi serat dan banyak minum air mineral guna mengurangi potensi terjadinya sembelit.
8. Diabetes
Selama kehamilan, kandungan gula dalam darah ibu juga bisa mengalami kenaikan hingga memicu terjadinya diabetes gestasional. Data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit AS (CDC) menyebut sekitar 10 persen ibu hamil di negara itu mengalami diabetes gestasional.
Namun, peningkatan kadar gula darah ibu itu tidak akan berhenti begitu saja sesudah persalinan. Setelah melahirkan, sekitar separuh ibu yang mengalami diabetes gestasional akan mengembangkan diabetes tipe 2 di kemudian hari. ”Kaum ibu biasanya sudah mengetahui mereka berisiko karena memiliki anggota keluarga yang juga mengidap diabetes,” kata Cackovic.
Seorang ibu yang menderita diabetes gestasional harus menjaga berat badannya dengan diet sehat. Mereka juga harus memantau kadar gula darahnya secara berkala, hingga rutin melakukan penapisan diabetes setiap tahun agar bisa mengetahui kapan sang ibu masuk kategori pradiabetes.
9. Pinggul lebih besar
Setelah melahirkan, ukuran pinggul perempuan umumnya menjadi lebih lebar. Membesarnya pinggul itu tidak disebabkan oleh hormon relaksin yang melemaskan sendi dan ligamen di panggul untuk membantu ibu mendorong bayinya keluar selama persalinan, tetapi disebabkan terjadinya pengendapan lemak ke bagian tubuh yang memiliki sel lemak berlebih.
Jadi, pembesaran pinggul itu berlangsung akibat beberapa perempuan mengalami penumpukan sel lemak di panggulnya, bukan karena tulang panggulnya yang menjadi lebih besar.
10. Dorongan seks
Perempuan yang melahirkan setidaknya butuh waktu satu tahun hingga gairah seksualnya kembali ke tingkat normal seperti sebelum hamil. Kelelahan yang mereka alami saat merawat dan mengasuh bayi benar-benar menekan dorongan seksual mereka.
Tak hanya itu, menyusui juga bisa menurunkan dorongan seksual perempuan. ACOG menyebut turunnya kadar estrogen selama ibu menyusui membuat gairah seksual ibu ikut berkurang.
Artikel ini akan bersambung ke Bagian Kedua yang akan menguraian perubahan tubuh selama kehamilan dan persalinan, khususnya pada kepala dan tubuh bagian atas.
sumber: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2022/12/15/18-perubahan-tubuh-perempuan-sesudah-hamil-dan-bersalin-bagian-1-organ-kehamilan-dan-tubuh
0 komentar:
Posting Komentar